Sebaiknya Aku Tidur Saja
Baru tadi terasa aneh. Dunia serasa sangat sepi. Hanya langkah-langkah kaki dan suara sarukan sandal di jalan.
Ceritanya karena terlalu lelah dan ngantuk habis dari Jogja, tapi masih harus mengerjakan beberapa hal, aku memaksakan diri untuk terus beraktivitas. Sungguh ngantuk sangat. Tertidur sejenak, tiba-tiba tersadar dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Akhirnya konsentrasi mengambil alih dan pekerjaan bisa dilanjutkan. Beberapa waktu, ternyata waktu sudah sore, dan aku harus pulang. Buru-buru aku pulang dan dengan sedikit tergesa-gesa aku menuju rumah.
Sambil membalas sms aku berjalan, dan tak lama sebuah sepeda motor pun lewat dengan suara keras. Cukup mengganggu, namun malah membuatku tersadar, “apa ini?”
Mendadak suasana di sekitarku menjadi hening. Hanya suara kaki melangkah yang terdengar. Tak ada juga efek “alice in the wonderland syndrome” yang biasanya terasa. Dunia seperti tak biasanya, dimana selalu terisi dengan rekonstruksi-rekonstruksi imanjinasi lingkungan sekitarku. Aneh. Pikiran ini sangat jernih. Tak ada sedikitpun imajinasi di kepalaku. Serasa terbangun dari lamunan. Kulihat dunia dengan cara berbeda.
Saat kucari-cari imajinasi-imajinasi yang menemaniku, mereka tidak kutemukan. Dan saat kuterus mencari, mereka semua semakin menghilang. Dan sampailah pada masa dimana imajinasi-imajinasi itu muncul ketika masa kecilku, bersama teman-teman masa kecilku. Sungguh, terasa aneh., karena tiba-tiba ingatan masa-masa itu membuncah dengan luapan-luapan emosi yang menyertainya.
Dari sini kuberfikir, apakah bisa kita melakukan itu? Mengakses memori masa lalu, dengan mengesampingkan atau merunut balik jejak-jejak emosi yang ada di pikiran kita?
Aku merasakannya, dimana aku bisa melihat dengan perspektif beda, seperti di tempat baru, yang notabenenya tempat itu sebenarnya tempat yang kulewati setiap hari.
Mmm.. mungkin aneh juga berpikir seperti ini. Suatu perkara yang mudah namun dipikir secara susah.
Atau.. ah entahlah.. mungkin sebaiknya aku tidur saja...